Urgensi Bahasa

Oleh: Shofiyah Hafizhah Irvan

   
 Bahasa merupakan cerminan pemikiran seseorang, semakin tinggi ilmunya maka bahasanya pun semakin tinggi, begitu pula sebaliknya. Bahasa merupakan suatu hal yang penting bagi kita, karena ia merupakan untuk berkomunikasi dan mempelajari suatu ilmu. Seperti ketika Zaid bin Haritsah diperintahkan oleh Rasulullah untuk mempelajari berbagai bahasa agar dapat menuliskan surat kepada para pengusa dalam bahasa mereka. Itulah mengapa bahasa merupakan ilmu alat yang dibutuhkan ketika mempelajari suatu diskhursus ilmu. Seperti halnya ketika ingin mempelajari quran dan hadist, pasti ada tahapannya, kita pasti membutuhkan ilmu lainnya untuk memahami keduanya. Ilmu alat yang dibutuhkan adalah bahasa, seperti nahwu dan sharaf, atau grammar. Ketika ilmu ini dijadikan wasilah untuk mempelajari suatu ilmu yang wajib maka hukumnya dia menjadi wajib juga, “maa yutawasilu bihi iqaamatu al-wajib yakuuna waajiban”. Begitu pun ketika kita ingin mempelajari musuh kita, kita perlu bahasa untuk mempelajari dan mengetahui isi pemikiran mereka. 

    Kemudian bahasa bukan sekedar kata-kata yang tersusun menjadi sebuah kalimat, tetapi di dalamnya terkandung makna yang menjadi sebuah pemahaman. Menurut al-Attas, perubahan dalam bahasa adalah perubahan makna yang terkadung di dalamnya. Serta merupakan pengenalan atas segala sesuatu dalam sebuah sistem hubungan sehingga ia menjadi sebuah pemahaman. (Fatahillah, 2021) Adanya makna yang terkadung menghasilkan sebuah pemahaman akan sebuah kata. Itulah mengapa quran turun merubah pemahaman akan berbagai kata, dan para ulama melakukan islamisasi bahasa terlebih dahulu ketika datang ke tanah Melayu ini.

    Islamisasi bahasa telah dilakukan sejak zaman Rasulullah. Dimulai sejak wahyu pertama hingga masa kini. Salah satunya dalam quran adalah kata ‘mulia’, kata tersebut dahulu hanyalah ditujukan untuk orang yang memiliki kekayaan dan kedudukan tinggi, namun sejak Islam datang, pemaknaan kata tersebut diubah. Kata mulia bisa didapatkan siapa pun asal dia bertaqwa, “inna akramakum ‘inda allahi atqakum”, hal inilah yang membuat para petinggi Mekkah marah kepada Rasul saat itu.

    Tidak saja terjadinya islamisasi bahasa, namun juga de-islamisasi bahasa. Hal tersebut dilakukan Barat, dikarenakan kerancuan dalam memahami kata yang tidak memiliki wujud secara materi, seperti tuhan, adil, baik, jiwa, dan lainnya. Mereka kerap mengharuskan adanya wujud secara materi, sehingga ketika tidak ada bukti empiris maka bagi mereka itu tidak masuk akal atau diartikan dengan pemahaman mereka yang sekuler. Ust. Khairurrijal, Dosen Filsfat kami mengatakan dalam kuliah Filsafat Barat bahwa pensekuleran pertama dilakukan kepada bahasa, baru kepada bidang yang lainnya. Hal tersebut disebabkan karena bahasa merupakan pintu utama untuk memasuki sebuah peradaban.

    Mengubah sebuah makna dalam bahasa mempengaruhi dalam memahami suatu kosa kata tersebut. Seperti makna baik, dalam Islam ‘baik’ diartikan suatu perbuatan terpuji yang sesuai dengan nilai kemanusian dan syariat, sedangkan Barat ‘baik’ diartikan sebagai perbuatan baik yang tidak memiliki landasan. Misalnya dalam kasus pendidikan karakter, mereka menjunjung tinggi nilai moral dan kebaikan, mereka mungkin baik terhadap sesama, memenuhi hak orang lain, tetapi apakah mereka baik terhadap dirinya, apakah mereka memenuhi hak tuhannya? Atau dalam kasus lainnya, kata adil yang bermakna ‘persamaan’. Maka jika begitu tak heran melihat banyaknya penuntut kesataraan gender yang beralibi ‘menuntut keadilan’. Sedangkan dalam Islam, adil tidak hanya persamaan tetapi, menaruh pada tempatnya sesuai yang ditentukan Allah.

    Begitu pentingnya bahasa, karena didalamnya terkandung makna yang menghasilkan pemahaman. Ketika suatu bahasa diubah maknanya, maka pemahaman tentang suatu kata pun akan berubah. Dengan bahasa kita memahami agama, dan ketika bahasa tersebut rusak maka rusaklah agama. Demikianlah yang telah Allah jelaskan pula dalam al-Qur'an yang telah menjelaskan keterkaitan antara bahasa dan pemahaman. Sebagaimana firman-Nya;

 إنا أنزلناه قرآنا عربيا لعلكم تعقلون

 "Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya." (QS. Yusuf: 2).


 

Komentar