Oleh: Shofiyah Hafizhah Irvan
Kemudian bahasa bukan sekedar kata-kata
yang tersusun menjadi sebuah kalimat, tetapi di dalamnya terkandung makna yang
menjadi sebuah pemahaman. Menurut al-Attas, perubahan dalam bahasa adalah
perubahan makna yang terkadung di dalamnya. Serta merupakan pengenalan atas
segala sesuatu dalam sebuah sistem hubungan sehingga ia menjadi sebuah
pemahaman.
Islamisasi bahasa telah dilakukan sejak
zaman Rasulullah. Dimulai sejak wahyu pertama hingga masa kini. Salah satunya
dalam quran adalah kata ‘mulia’, kata tersebut dahulu hanyalah ditujukan untuk
orang yang memiliki kekayaan dan kedudukan tinggi, namun sejak Islam datang,
pemaknaan kata tersebut diubah. Kata mulia bisa didapatkan siapa pun asal dia
bertaqwa, “inna akramakum ‘inda allahi atqakum”, hal inilah yang membuat
para petinggi Mekkah marah kepada Rasul saat itu.
Tidak saja terjadinya islamisasi bahasa,
namun juga de-islamisasi bahasa. Hal tersebut dilakukan Barat, dikarenakan
kerancuan dalam memahami kata yang tidak memiliki wujud secara materi, seperti
tuhan, adil, baik, jiwa, dan lainnya. Mereka kerap mengharuskan adanya wujud
secara materi, sehingga ketika tidak ada bukti empiris maka bagi mereka itu
tidak masuk akal atau diartikan dengan pemahaman mereka yang sekuler. Ust. Khairurrijal, Dosen Filsfat kami mengatakan dalam kuliah Filsafat Barat bahwa pensekuleran pertama
dilakukan kepada bahasa, baru kepada bidang yang lainnya. Hal tersebut disebabkan karena bahasa merupakan pintu utama untuk memasuki sebuah peradaban.
Mengubah sebuah makna dalam bahasa
mempengaruhi dalam memahami suatu kosa kata tersebut. Seperti makna baik, dalam
Islam ‘baik’ diartikan suatu perbuatan terpuji yang sesuai dengan nilai
kemanusian dan syariat, sedangkan Barat ‘baik’ diartikan sebagai perbuatan baik
yang tidak memiliki landasan. Misalnya dalam kasus pendidikan karakter, mereka
menjunjung tinggi nilai moral dan kebaikan, mereka mungkin baik terhadap
sesama, memenuhi hak orang lain, tetapi apakah mereka baik terhadap dirinya,
apakah mereka memenuhi hak tuhannya? Atau dalam kasus lainnya, kata adil yang
bermakna ‘persamaan’. Maka jika begitu tak heran melihat banyaknya penuntut
kesataraan gender yang beralibi ‘menuntut keadilan’. Sedangkan dalam Islam,
adil tidak hanya persamaan tetapi, menaruh pada tempatnya sesuai yang
ditentukan Allah.
Begitu pentingnya bahasa, karena didalamnya terkandung makna yang menghasilkan pemahaman. Ketika suatu bahasa diubah maknanya, maka pemahaman tentang suatu kata pun akan berubah. Dengan bahasa kita memahami agama, dan ketika bahasa tersebut rusak maka rusaklah agama. Demikianlah yang telah Allah jelaskan pula dalam al-Qur'an yang telah menjelaskan keterkaitan antara bahasa dan pemahaman. Sebagaimana firman-Nya;
إنا أنزلناه قرآنا عربيا لعلكم تعقلون
"Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya." (QS. Yusuf: 2).
Komentar
Posting Komentar