Ramadhan Sebagai Bulan Tarbiyah

Oleh: Shofiyah Hafizhah Irvan

Kini kita telah memasuki bulan Ramadhan, yang telah dinantikan oleh seluruh umat Islam. Karena di dalamnya ia memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki di bulan lainnya, karena ia adalah bulan yang dimuliakan oleh Allah. Barangsiapa yang memuliaka Ramadhan, maka dia akan dimuliakan. Pada bulan ini, biasanya banyak yang memperbanyak ibadah dan amalan, karena mendapat ganjaran berkali lipat jika dilakukan pada bulan ini. Hal ini menyebabkan banyak orang yang beramai-ramai mengisi harinya dengan amalan sholeh. Karena Ramadhan adalah bulan spesial yang di dalamnya terdapat malam Lail al-Qadr, turunnya al-Quran, merupakan bulan ibadah, dakwah, dan pendidikan.

Disebut sebagai bulan ibadah, karena banyaknya amalan yang dilakukan di dalamnya. Dari mengkhatamkan quran, sholat malam dan lain sebagainya. Tetapi kenapa disebut sebagai bulan pendidikan? Hal tersebut dikarenakan Ramadhan adalah bulan ibadah, dan ibadah tertinggi adalah menuntut ilmu, dan itu mendidik kita menjadi manusia yang sempurna, dari segi pemikiran, ruhaniyah sampai aspek jasmaniah. Dari segi ruhani pasti sudah jelas, mendekatkan diri kepada Allah, dan memperbanyak amalan. Dari segi pemikiran, memperbaiki cara pandang kita dari sekuler menjadi islami. Cara memandang hari dalam Ramadhan tidak parsial, kemudian terhadap waktu, materi tidak lagi dipandang untuk sekedar mengejar tujuan dunia, tetapi lebih jauh lagi untuk akhirat. Dengan mengubah mindset dari sekuler, menjadi integral dari semua aspek. Puasa bertujuan untuk menjadikan orang bertaqwa, dan ia adalah madrasah yang mengeluarkan alumni yang berkualitas imannya sehingga mendapatkan manfaat dan hikmah darinya.

Namun, sayangnya banyak yang hanya mengira bahwa Ramadhan sekedar memberi asupan ruhani saja, tidak ada unsur pendidikan di dalamnya. Padahal pendidikan tidak sekedar di sekolah saja, sholat, nasehat dan kajian pun masuk ke dalam pendidikan. Hal itu disebabkan karena penyempitan dalam pemaknaan pendidikan. Banyak yang beranggapan bahwa ‘pendidikan’ hanya di lakukan di sekolah saja. Padahal dalam UUD 1945 1945 pasal 31 (ayat 3) telah disebutkan bahwa tujuan pendidikan; “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.” Kemudian dikuatkan dalam Tujuan ini kemudian dikuatkan oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), tepatnya pada Pasal 3: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”

Telah jelas dalam UUD tersebut bahwa tujuan pendidikan adalah meningkatkan ketaqwaan, keimanan serta mencerdaskan manusia. Konsep tersebut hanya bisa dilakukan dengan merujuk kepada ajaran agama. Karena jika menggunakan konsep sekuler pada negara ini, maka tidak tercapailah tujuan daripada pendidikan tersebut. Maka sudah seharusnya kita mengukur keberhasilan dari suatu pendidikan itu dari adab mereka, dan kompetisi bukan dalam tingginya nilai tetapi ketaqwaannya kepada Allah swt.

Tujuan dalam pendidikan dalam Islam itu pembentukan akhlak mulia dan penanaman adab, sebagaimana menurut al-Attas, tujuan pendidikan adalah inculcate adab (penanaman adab) sebagai mana disebutkan dalam bukunya, Islam and Secularism; “The purpose for seeking knowledge in Islam is to inculcate goodness or justice in man as man and individual self. The aim of education in Islam is therefore to produce a good man…

Penanaman nilai bukan sekedar diajarkan, tetapi lebih jauh lagi menjadikan kita sebagai manusia adil, karena adil itu dekat dengan taqwa. Hal tersebut telah dilakukan sejak zaman Rasulullah, mendidik para sahabat dengan pendidikan terbaik sehingga menjadikan mereka generasi terbaik sepanjang masa. Ini membuktikan bahwa pendidikan tidak sekedar di kampus, kelas atau pun sekolah saja, sebagai mana paham ‘sekolahisme’. Saat itu belum terdapat sekolah tetapi bukan berarti tidak ada pendidikan, karena Rasulullah melakukan pendidikan di setiap waktu dan tempat, jadi tidak sebatas di kelas saja sebagaimana kebanyakan orang sekarang.

Tak hanya itu saja, kita pun butuh persiapan ketika memasuki bulan suci ini, yaitu persiapan iman. Jangan sampai berbuat baik tetapi menolak syariat, menghina nabi dan lain sebagainya. Karena itu pentingnya worldview yang benar, agar tidak sia-sia apa yang dia lakukan. Karena terkadang orang yang merusak aqidah, syariat, dan lainnya adalah orang yang seharusnya memiliki otoritas di bidang tersebut. Begitu berbahayanya ketika seseorang memiliki ilmu tetapi tidak memiliki adab, sehingga menyebabkan penyalahgunaan terhadap ilmu tersebut, dengan cara memanipulasi atau lainnya untuk kepentingannya pribadi. Itulah mengapa ketika seorang yang ahli fiqh itu juga harus memahami tasawuf, karena jika tidak dia bisa saja memanipulasi, mengubah hukum semaunya saja. Karena itu pentingnya penanaman adab dalam pendidikan, agar tegaknya keadilan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Dr. Adian Husaini dalam salah satu bukunya, Memujudkan Generasi Gemilang Menuju Negara Adidaya 2045; “Pendidikan bukan sekedar pengajaran atau penambahan wawasan. Tetapi, lebih penting lagi, pendidikan harus berdampak kepada perubahan sikap dan perilaku.”

Itulah mengapa pendidikan bukanlah sekedar mengajar, karena itu Dr. Adian Husaini kerap mengatakan bahwa guru itu bukanlah ‘tukang ngajar’ tetapi ‘pendidik’, yang menanamkan adab terhadap tiap diri muridnya. Dari situlah akan lahir insan kamil, yang memahami peranannya dalam kehidupan ini.

 

Komentar